Nama :
Vica Haristantia
NPM :
17212568
Kelas :
4EA25
Multimedia
Etika Bisnis
I.
Pengertian Multimedia
Multimedia adalah penggunaan komputer untuk
menyajikan dan menggabungkan teks, suara,
gambar, animasi, audio dan video dengan alat bantu (tool) dan koneksi
(link) sehingga pengguna dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi. Multimedia sering digunakan dalam dunia
informatika. Selain dari dunia informatika, multimedia juga diadopsi oleh dunia game, dan
juga untuk membuat website.
Multimedia dimanfaatkan juga dalam dunia pendidikan dan bisnis. Di dunia pendidikan, multimedia digunakan sebagai media pengajaran,
baik dalam kelas maupun secara sendiri - sendiri atau otodidak. Di dunia bisnis, multimedia digunakan sebagai media profil perusahaan, profil produk, bahkan sebagai media kios informasi dan pelatihan dalam
sistem e-learning.
Pada awalnya multimedia hanya mencakup
media yang menjadi konsumsi indra penglihatan (gambar diam, teks, gambar gerak
video, dan gambar gerak rekaan/animasi), dan konsumsi indra pendengaran (suara)
dan juga berupa ( berwujud). Dalam perkembangannya multimedia mencakup juga
kinetik (gerak) dan bau yang merupakan konsumsi indra penciuman. Multimedia
mulai memasukkan unsur kinetik sejak diaplikasikan pada pertunjukan film 3
dimensi yang digabungkan dengan gerakan pada kursi tempat duduk penonton.
Kinetik, dan film 3 dimensi membangkitkan senserealistis.
Bau mulai menjadi bagian dari
multimedia sejak ditemukan teknologi reproduksi
bau melalui telekomunikasi. Dengan perangkat input pendeteksi bau, seorang
operator dapat mengirimkan hasil digitizing bau tersebut melalui internet.
Komputer penerima harus menyediakan perangkat output berupa mesin reproduksi
bau. Mesin reproduksi bau ini mencampurkan berbagai jenis bahan bau yang
setelah dicampur menghasilkan output berupa bau yang mirip dengan data yang
dikirim dari internet. Dengan menganalogikan dengan printer, alat ini
menjadikan feromon-feromon bau sebagai pengganti tinta. Output bukan berupa
cetakan melainkan aroma.
II.
Pencegahan
Perilaku Tidak Etis Melalui Multimedia
Berikut cara untuk mencegah pengaruh
negative dari multimedia
a.
Para
pelaku bisnis merumuskan kode etik yang harus disepakati oleh stakeholders yang termasuk didalamnya production
house, stasiun tv, radio, penerbit buku, media massa, internet provider, event
organizer, advertizing agency, dll.
b.
Pemerintah
pusat mencoba untuk memandu pembentukan kultur melalui kurikulum
pendidikan, perayaan libur nasional, dan mengendalikan dengan seksama
media masa, organisasi sosial dan tata ruang kota.
c.
Media
masa harus memberikan informasi yang actual dan terpercaya serta menjadi
sarana untuk menghibur, sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat.
d.
Wartawan
harus mematuhi kode etik jurnalistik yang dapat membantu wartawan untuk menentukan
yang salah dan benar, baik atau buruk, dan bertanggung jawab atau tidak
dalam proses kerja kewartawanan.
III.
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam
suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta
pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra
kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika
Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk
manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan
sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang
profesional.
Richard T de George (1986), dalam buku
Business Ethics memberikan empat macam kegiatan yang dapat dikategorikan
sebagai cakupan etika bisnis.
a.
Penerapan
prinsip‑prinsip etika umum pada praktik‑praktik khusus dalam bisnis.
b.
Etika
bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip etika pada kegiatan bisnis,
tetapi merupakan “meta‑etika” yang juga menyoroti apakah perilaku yang dinilai
etis atau tidak secara individu dapat diterapkan pada organisasi atau
perusahaan bisnis.
c.
Bidang
penelaahan etika bisnis menyangkut asumsi mengenai bisnis. Dalam hal ini, etika
bisnis juga menyoroti moralitas sistem ekonomi pada umumnya serta sistem
ekonomi suatu negara pada khususnya.
d.
Etika
bisnis juga menyangkut bidang yang biasanya sudah meluas lebih dari sekedar
etika, seperti misainya ekonomi dan teori organisasi.
Pada keempat bidang tersebut, etika bisnis
membantu para pelaku bisnis untuk melakukan pendekatan permasalahan moral dalam
bisnis secara tepat dan sebaliknya mendekati permasalahan yang tedadi pada
bisnis dengan pendekatan moral yang mungkin sering diabaikan. Etika bisnis akan
membuat pengertian bahwa bisnis tidak sekedar bisnis, melainkan suatu kegiatan
yang menyangkut hubungan antarmanusia sehingga harus dilakukan secara
“manusiawi” pula.
Etika bisnis akan memberikan pelajaran kepada
para pelaku bisnis bahwa bisnis yang “berhasil”, tidak hanya bisnis yang menuai
keuntungan secara material saja melainkan bisnis yang bergerak dalam koridor
etis yang membawa serta tanggung jawab dan memelihara hubungan baik
antarmanusia yang terlibat di dalamnya, etika bisnis memiliki tujuan yang
paling penting yaitu menggugah kesadaran tentang dimensi etis dari kegiatan
bisnis dan manajemen. Etika bisnis juga menghalau pencitraan bisnis sebagai
kegiatan yang “kotor” penuh muslihat dan dipenuhi oleh orang‑orang yang
menjalankan usahanya dengan licik.
IV.
Prinsip‑Prinsip Etika Bisnis
Sony Keraf (1991) dalam buku Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis
sebagai Profesi Luhur, mencatat beberapa hal yang menjadi prinsip, dari etika
bisnis. Prinsip‑prinsip tersebut dituliskan dengan tidak melupakan kekhasan
sistem nilai dari masyarakat bisnis yang berkembang. Prinsipprinsip tersebut
antara lain adalah:
1. Prinsip Otonomi.
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa manusia dapat bertindak secara
bebas berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk
dilakukan, tetapi otonomi juga memerlukan adanya tanggung jawab. Artinya,
kebebasan yang ada adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Orang yang otonom
adalah orang yang tidak saja sadar akan kewajibannya dan bebas mengambil
keputusan berdasarkan kewajibannya saja, tetapi juga orang yang
mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya, mampu bertanggung jawab atas keputusan
yang diambilnya serta dampak dari keputusan tersebut.
2. Prinsip Kejujuran
Kejujuran adalah prinsip etika bisnis yang cukup penting karena
menjaminm kelanggengan sebuah kegiatan bisnis. Beberapa contoh aspek kejujuran
dalam kegiatan bisnis antara lain adalah
-
Kejujuran
dalam menjual atau menawarkan barang dengan harga yang sesuai dengan kualitas
barang yang dijual atau ditawarkan tersebut. Dalam hal ini, bisnis adalah
kegiatan simbiosis mutualisme atau kegiatan yang saling membutuhkan dan saling
menguntungkan antara pihak penjual dan pembeli.
-
Kejujuran
dalam kegiatan perusahaan menyangkut hubungan keda antarpimpinan dengan pekeda.
Jadi, pimpinan perusahaan akan berlaku jujur terhadap tenaga keda yang ada pada
perusahaannya, baik secara material maupun mental.
-
Kejujuran
dalam melakukan perjanjian‑pedanjian baik perjanjian kontrak, jual‑beli maupun
perjanjian‑perjanjian yang lain.
3.
Prinsip Berbuat Baik dan Tidak Berbuat Jahat
Berbuat baik (beneficence) dan tidak berbuat jahat (nonmaleficence) merupakan prinsip moral untuk bertindak
baik kepada orang lain dalam segala bidang. Dasar prinsip tersebut akan
membangun prinsip‑prinsip hubungan dengan sesama yang lain seperti kejujuran,
keadilan, tanggung jawab dan lain sebagainya.
4.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan
prinsip yang menuntut bahwa dalam hubungan bisnis, seseorang memperlakukan
orang lain sesuai haknya. Di dalam prinsip tersebut, tentunya keseimbangan
antara hak dan kewajiban menjadi bagian terpenting dalam sebuah bisnis.
5.
Prinsip Hormat pada Diri Sendiri
Prinsip ini sama artinya
dengan prinsip menghargai diri sendiri, bahwa dalam melakukan hubungan bisnis,
manusia memiliki kewajiban moral untuk memperlakukan dirinya sebagai pribadi
yang memiliki nilai sama dengan pribadi lainnya.
V.
Etika Bisnis Dan E-Commerce
a.
E-Commerce
Teknologi
informasi melahirkan internet. Perkembangan pemakaian internet yang sangat
pesat, salah satunya menghasilkan sebuah model perdagangan elektronik yang
disebut Electronic Commerce (ecommerce).
Secara
umum, dapat dikatakan bahwa e‑commerce adalah sistem perdagangan yang
menggunakan mekanisme elektronik yang ada di jaringan internet. E‑commerce
merupakan warna baru dalam dunia perdagangan, di mana kegiatan perdagangan
tersebut dilakukan secara elektronik dan online. Pembeli tidak harus datang ke
toko dan memilih barang secara langsung, tetapi cukup melakukan browsing di
depan komputer untuk melihat daftar barang dagangan secara elektronik. Ia cukup
mengisi beberapa form yang disediakan, kemudian mengirimkannya secara online.
Pembayaran bisa dilakukan dengan kartu kredit atau transfer bank, dan kemudian
pulang ke rumah menunggu barang datang.
b.
Isu-Isu /Masalah pada Pelaksanaan E-Commerce
Dalam
pelaksanaannya, e‑commerce memunculkan beberapa isu tentang aspek hukum
perdagangan berkaitan dengan penggunaan sistem yang terbentuk secara on line
networking management tersebut. Beberapa permasalahan tersebut antara lain
adalah:
1.
Prinsip yurisdiksi dalam transaksi
Sistem hukum
tradisional yang sudah mapan, memiliki prinsip‑prinsip yurisdiksi dalam sebuah
transaksi, yaitu menyangkut tempat transaksi, hukum kontrak dan sebagainya. E‑commerce
melahirkan masalah penerapan konsep yuridiksi dalam transaksi tersebut. Tempat
transaksi dan hukum kontrak harus ditetapkan secara lintas batas, baik regional
maupun internasional, mengingat sifat cyberspace yang borderless atau tidak
mengenal batas‑batas suatu negara.
2.
Kontrak dalam transaksi elektronik
Kontrak dalam
hal ini merupakan bukti kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan
transaksi komersial. Permasalahannya, hukum negara mengenai perdagangan
konvensional menganggap transaksi komersial sebagai sesuatu yang valid,
berkekuatan penuh, dan tanpa syarat yang spesifik unluk direduksi ke dalam
bentuk tertulis atau yang juga dikenal dengan istilah paper based transaction.
Sementara di dalam e‑commerce, kontrak tersebut dilakukan secara elektronis dan
paperless transaction. Dokumen yang digunakan adalah digital document, bukan
paper document. Sebenarnya persetujuan lisan adalah legal dan cukup kuat dalam
melakukan transaksi, tetapi tentu saja mudah untuk diserang dan dicari
kelemahannya jika dihadapkan pada permasalahan hukum.
Pada transaksi
antara pihak‑pihak swasta, invoice, surat pengantar, dan dokumen komersial
lainnya pada dasarnya tidak perlu disampaikan dalam bentuk tertulis. Walaupun
demikian, otoritas pajak di banyak negara Eropa memerlukan invoice dan dokumen
akuntansi lainnya dalam bentuk tertulis. Rekaman akuntansi yang dikomputerisasi
diterima oleh otoritas paiak di negara‑negara tertentu, terutama di negara‑negara
yang sistem komputernya mampu menangani keperluan formal tertentu yang
ditetapkan oleh administrasi pajak.
Sampai saat
ini masih sering diperdebatkan permasalahan legalitas kontrak dalam transaksi e‑commerce.
Beberapa pendapat mengatakan perlunya perbaikan prinsip‑prinsip hukum dalam
kontrak konvensional, seperti waktu dan tempat tedadinyasuatu kesepakatan kontrak.
3.
Perlindungan konsumen
Masalah
perlindungan konsumen merupakan faktor utama dalam keberhasilan sebuah e‑commerce.
Hal ini dikarenakan konsumen merupakan pihak yang menentukan kelangsungan hidup
perdagangan elektronik tersebut. Masalah yang terjadi dalam kaitannya dengan
perlindungan konsumen ini adalah kecurangan yang sering dilakukan oleh penjual
mengingat keberadaannya. Masalah tentang keberadaan penjual ini seperti
misalnya penjual merupakan virtual store atau toko on‑line yang fiktif.
Masalah lain
yang terjadi adalah kondisi barang yang dibeli, misalnya barang yang dikirimkan
dalam kondisi rusak, adanya keterlambatan pengiriman atau bahkan barang yang
telah dibeli tidak dikirimkan kepada pembeli. Belum lagi jika timbul masalah
karena purchase order atau pembayaran oleh pembeli tidak diakui kebenarannya
oleh penjual.
Mengingat
banyaknya permasalahan yang terjadi tersebut maka sudah scharusnya pemerintah
memberlakukan undangundang tentang e‑commerce yang memberikan perlindungan
kepada konsumen secara maksimal.
4.
Permasalahan pajak (taxation)
Permasalahan
pajak dalam transaksi e‑commerce ini muncul ketika transaksi dihadapkan pada
batas negara. Masing‑masing negara akan menemui kesulitan dalam menerapkan
ketentuan pajaknya karena pihak penjual dan pembeli akan sulit dilacak
keberadaannya secara fisk Sebagai contoh, ada sebuah toko online milik orang
Indonesia, tetapi toko tersebut didaftarkan sebagai suatu “*.com” yang
servernya berada di Australia. Padahal, salah satu sifat cyberspace adalah
borderless. Jika terjadi transaksi, negara manakah yang berhak memungut pajak?
Indonesia atau Australia?
Berbagai
permasalahan, di bidang pajak ini menyebabkan prinsip‑prinsip perpejakan
internasional harus ditinjau kembali. Demikian juga dengan sistem perpajakan
nasional juga harus ditinjau ulang untuk dapat mengikuti perkembangan yang
terjadi dalam dunia perdagangan tersebut.
5.
Pemalsuan tanda tangan digital
Di dalam
transaksi tradisional, kita mengenal adanya tanda tangan. Tujuan suatu tanda
tangan dalam suatu dokumen adalah memastikan otentisitas dokumen tersebut.
Transaksi elektronik juga menggunakan tanda tangan digital atau yang dikenal
dengan digital signature. Digital signature sebenarnya bukan suatu tanda tangan
seperti yang dikenal selama ini, yang menggunakan cara berbeda untuk menandai
suatu dokumen sehingga dokumen atau data sehingga tidak hanya mengidentifikasi
dari pengirim, namun juga memastikan keutuhan dari dokumen tersebut tidak
berubah selama proses transmisi. Sebuah digital signature didasari oleh isi
pesan itu sendiri.
Selama ini,
tanda tangan digital tersebut merupakan suatu metode sekuriti dalam penggunaan
jaringan publik sebagai sarana perpindahan data yang cukup “amad’. Dikatakan
aman karena digital signature terbentuk dar! rangkaian algoritma yang sangat
sulit untuk dilacak atau dirusak. Tetapi, sangat sulit bukan berarti tidak
bisa. Beberapa bentuk kejahatan dalam pemalsuan digital signature ini
menggunakan perangkat lunak yang bisa melakukan generate terhadap, digital
signature tersebut.
http://anes.staff.ipb.ac.id/2014/04/22/etika-bisnis-dan-e-commerce/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar