Selasa, 22 Desember 2015

Etika Bisnis (Tugas 3)

Nama   : Vica Haristantia
NPM   : 17212568
Kelas   : 4EA25

Dampak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Etika Bisnis

1.      Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.
Keputusan yang tidak etis bisanya timbul jika pengambilan  keputusan  hanya untuk menguntungkan diri sendiri dari pada pemegang kepentingan (karyawan, pemegang saham, lingkungan ). Praktek bisnis yang tidak etis dapat berpengaruh tidak baik terhadap nilai perusahaan.

2.                  Tanggung Jawab Kepada Pelanggan
Tanggung Jawab kepada Pelanggan jauh lebih luas dari pada hanya menyediakan barang atau jasa. Perusahaan mempunyai tanggung jawab ketika memproduksi dan menjual produk. Dalam praktek tanggung jawab ydm meliputi :
a.       Tanggung Jawab Produksi
Produk harus diproduksi dengan keyakinan menjaga keselamatan pelanggan. Label peringatan harus ada guna mencegah kecelakaan karena salah dalam penggunaan dan adanya efek samping.
b.      Tanggung Jawab Penjualan
Perusahaan  tidak melakukan strategi penjualan yang terlalu agresive atau iklan yang menyesatkan. Perlu survei kepuasan pelanggan, dimana ybs diperlakukan sebagaimana mestinya.

2.1.            Cara MenjaminTanggung  Jawab Sosisal Kepada Pelanggan
Dapat di lakukan dengan  tahapan sebagai berikut :
a.       Ciptakan Kode Etik
Berisi serangkaian petunjuk untuk kualitas produk, sekaligus sebagai petunjuk bagaimana karyawan, pelanggan dan pemilik seharusnya dipelihara
b.      Memantau Semua Keluhan
Hubungi pelanggan apabila mereka mempunyai keluhan mengenai kualitas produk atau lainnya dan cari sumber keluhan dan yakinkan bahwa problem tersebut tidak akan timbul lagi.
c.       Umpan Balik Pelanggan
Meminta pelanggan untuk memberi umpan balik atas barang/jasa yang mereka beli walaupun selama ini  tidak ada keluhan dengan mengirim kuesioner.

2.2.            Cara Konsumerisme Menjamin  Tanggung Jawab Terhadap Pelanggan
Tanggung jawab kepada pelanggan didorong  juga oleh sekelompok konsumen tertentu. Konsumerisme mewakili permintaaan kolektif pelanggan dimana bisnis memenuhi kebutuhan mereka. 

2.3.            Cara Pemerintah  Menjamin  Tanggung Jawab Terhadap Pelanggan
Pemerintah cenderung menjamin tanggung jawab kepada pelanggan dengan berbagai hukum atas keamanan produk, iklan dan kompetisi industri, yaitu melalui :
a.       P.P Tentang Keamanan Produk
Pemerintah melindungi konsumen dengan memberikan peraturan atas beberapa produk perusahaan
b.      P.P Tentang Periklanan
Pemerintah menciptakan hukum yang melarang iklan yang menyesatkan
c.       P.P Tentang Kompetisi Industri
Pemerintah mempromosikan persaingan diseluruh industri, karena persaingan dapat menghindari penggunaan taktik penjualan yang menyesatkan serta praktek monopoli.
    
3.                  Tanggung Jawab kepada Karyawan
a.       Rasa Aman para Karyawan
Meyakinkan tempat kerja adalah aman bagi karyawan dengan selalu mengecek peralatan kerja supaya selalu dalam kondisi layak dan tidak berbahaya.
b.      Perlakuan layak oleh karyawan lain
Perusahaan bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa para karyawan diperlakukan layak oleh karyawan lain. Issue yang timbul biasanya masalah diversitas (kelainan, perbedaan) karyawan dan pelecehan seksual.
c.       Kesempatan yang sama
Karyawan yang melamar untuk suatu posisi tidak seharusnya ditolak karena diskriminasi masalah sara.

3.1.            Cara Perusahaan Meyakinkan Tanggung Jawab Kepada Karyawan
Untuk meyakinkan bahwa karyawan menerima perlakuan yang layak, beberapa perusahaan  menciptakan prosedur keluhan untuk karyawan yang merasa bahwa mereka tidak diberi kesempatan yang sama.Keluhan ditangani oleh seseorang atau departemen/bagian/seksi yang ditunjuk perusahaan. Adanya masukan ydm. perusahaan berusaha memecahkan dan memperbaiki prosedurnya untuk menghindari keluhan kayawan selanjutnya
3.2.            Konflik Dengan Pemberhentian Karyawan
a.       Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mungkin berguna untuk mengurangi biaya yang sangat substansial dan memuaskan pemegang saham, disamping  itu   supaya perusahaan bertahan hidup. Ini mungkin cara terbaik bagi perusahaan, tetapi tidak bagi karyawan.
b.      Solusi terbaik adalah dengan menyalurkan karyawan yang di PHK pada pekerjaan lain dalam perusahanan atau group perusahaan.

4.                  Tanggung Jawab Kepada Pemegang Saham
Perusahaan bertanggung jawab untuk memuaskan pemilik (pemegang saham)
a.       Cara Perusahaan Meyakinkan Tanggung  Jawab
Manajer perusahaan memonitor keputusan perusahaan untuk meyakinkan bahwa mereka membuatnya untuk kepentingan pemilik dan gaji karyawan dikaitkan dengan kinerja perusahaan, dalam hal ini karyawan tinggal memfocuskan pada memaksimalkan nilai perusahaan.
b.      Cara Pemegang Saham  Meyakinkan Tangung Jawab
Pemegang saham aktif dalam mempengaruhi kebijakan manajemen perusahaan, terlebih ketika  mereka tidak puas dengan gaji para eksekutif perusahaan atau kebijakan lain. Pemegang saham yang sangat aktif umumnya investor institusi yang memiliki sejumlah besar saham. Mereka akan meminta pertangungjawaban eksekutif perusahaan atas ketidak puasannya.

5.                  Konflik Dengan Kompensasi Eksekutif Yang Berlebihan
Salah satu perhatian utama pemegang saham adalah gaji yang diberikan kepada para eksekutif perusahaan (CEO) dan eksekutif lainnya  Isu ini timbul manakala perusahaan membayar gaji tinggi kepada para eksekutif, dilain fihak  imbalan yang diterima oleh para pemegang atas investasinya tidak  memuaskan.
6.                  Tanggung Jawab Kepada Kreditor
Jika perusahaan mengalami masalah keuangan dan tidak dapat memenuhi kewajibannnya, harus memberi tahu para kreditor. Biasanya kreditor bersedia memperpanjang jatuh tempo pembayaran serta  memberi advis dalam mengatasi masalah keuangan
7.                  Tanggung Jawab Pada Lingkungan
Proses produksi yang digunakan perusahaan juga  produksi yang dihasilkan dapat mencemari atau merusak lingkungan misalnya polusi udara (CO2) yang berbahaya bagi masyarakat  dan polusi tanah akibat sampah/limbah beracun  yang mengakibatkan tanah tidak atraktif dan tidak berguna untuk keperluan lain seperti pertanian    
7.1.            Upaya yang dilakukan untuk mengatasi polusi
a.       Perusahaan membatasi jumlah CO2 yang disebabkan oleh proses produksi a.l dengan mendesain peralatan produksi dan  produknya.
b.      Merevisi proses produksi dan pengemasan untuk mengurangi jumlah sampah/limbah .
c.       Menyimpan sampah meracun dan mengirimkannya ketempat pembuangan sampah khusus.
d.      Mendaur ulang plastik dan membatasi pemakaian material yang akan menjadi sampah yang solid.
e.       Perusahaan harus memiliki program lingkungan yang dirancang untuk mengurangi kerusakan lingkungan.

7.2.            Konflik dengan Tanggung Jawab Lingkungan
Walaupun perusahaan setuju bahwa lingkungan yang bersih diperlukan, namun masalahnya seberapa besar tanggung jawab yang harus mereka pikul untuk memelihara dan memperbaiki lingkungan. Hal ini menyangkut  masalah biaya, karena  pengeluaran dana yang begitu besar untuk lingkungan akan berakibat pada  keuntungan perusahaan, yang pada gilirannya   berdampak  pada kepentingan para pemegang saham maupun para investor.
8.                  Tanggung Jawab Kepada Komunitas
Apabila perusahaan membangun suatu basis komunitas, mereka menjadi bagian dari komunitas.  Perusahaan menunjukkan kepedulian- nya kepada komunitas dengan mensponsori event lokal atau memberi donasi kepada kelompok sosial lokal. Misal suatu bank memberi kredit lunak kepada masyarakat sekitarnya yang berpenghasilan rendah dan kepada komunitas minoritas. Atau beberapa perusahaan besar memberi donasi  kepada universitas terkemuka.
8.1.            Konflik dengan Memaksimalkan Tanggung Jawab Sosial
Kebijakan perusahaan yang memaksimalkan tanggung jawab sosial dapat menimbulkan konflik dengan memaksimalkan nilai perusahaan. Biaya yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan akan dibebankan kepada pelanggan. Jadi kecenderungan memaksimalkan tanggung jawab sosial terhadap komunitas akan mengurangi kemampuan perusahaan menyediakan produk dengan harga wajar kepada konsumen. Hendaknya dukungan sosial tidak hanya menolong masyarakat tetapi dapat juga menjadi alat pemasaran bagi perusahaan.
8.2.            Tanggung Jawab Bisnis dalam Lingkungan Internasional
Apabila perusahaan bersaing dalam lingkungan bisnis internasional, mereka harus tanggap akan perbedaan budaya. Misalnya perusahaan dibeberapa negara tidak semua berpandangan bahwa memberi imbalan kepada pelanggan atau pemasok besar sebagai tidak etis. Perusahaan cenderung menyesuaikan dengan etika dan tanggung jawab bisnis dalam kerangka internasional, sehingga mereka dapat membangun reputasi global untuk menjalankan roda bisnis dengan cara yang etis.
9.                  Biaya Untuk  Memenuhi Tanggung  Jawab Sosial
Kemungkinan biaya yang timbul sebagai akibat tanggung  jawab sosial kepada  :
a.       Pelanggan adalah menciptakan program menerima dan memecahkan keluhan, Melakukan survey untuk mengetahui kepuasan pelanggan, gugatan hukum oleh pelanggan.
b.      Karyawan adalah menciptakan program menerima dan memecahkan keluhan, melakukan survey untuk mengetahui kepuasan karyawan, gugatan hukum oleh karyawan karena diskriminasi atau tuduhan tanpa bukti.
c.       Pemegang Saham adalah mengumumkan informasi keuangan secara periodik, gugatan hukum atas tuduhan bahwa manajer perusahaan tidak memenuhi tanggung jawabnya kepada para pemegang saham.    
d.      Lingkungan adalah memenuhi regulasi pemerintah akan lingkungan, memenuhi janji akan petunjuk lingkungan yang dibuat perusahaan.



wardoyo.staff.gunadarma.ac.id


Kamis, 29 Oktober 2015

Etika Bisnis (Tugas 2)

Nama               : Vica Haristantia
NPM               : 17212568
Kelas               : 4EA25

Kasus – Kasus Dalam Hubungan Etika dan Budaya Perusahaan

1.1.            Etika Perusahaan Menyangkut Hubungan
a.       Perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat).
b.      Etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawan.
c.       Etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.

1.2.            Faktor Utama Yang Dapat Menciptakan Iklim Etika Dalam Perusahaan
a.       Terciptanya budaya perusahaan secara baik.
b.      Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based- organization).
c.       Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee relationship management).

1.3.            Iklim Etika Perusahaan Dipengaruhi Oleh Adanya Interaksi Beberapa Faktor
a.       Faktor kepentingan diri sendiri
b.      Keuntungan perusahaan
c.       Pelaksanaan efisiensi
d.      Kepentingan kelompok

1.4.            Pengaruh Etika Terhadap Budaya Perusahaan
Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja karyawanu Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan.
1.5.            Kasus – Kasus Dalam Hubungan Etika dan Budaya
1.5.1.      Disney in France
Disney sebagai perusahaan yang mengembangkan konsep taman hiburan dalam bisnisnya telah berhasil meraih keuntungan di Amerika Serikat dan Jepang. Langkah selanjutnya yang dilakukan Disney adalah mencoba memasuki pasar Eropa, dalam hal ini Paris sebagai target utamanya. Mengapa Paris yang dijadikan kota yang akan dibangun taman hiburan berikutnya? Mengapa tidak memilih kota yang lain? Disney berargumen bahwa Paris dipilih karena beberapa alasan, pertama sekitar 17 juta orang Eropa tinggal kurang dari dua jam perjalanan menuju Paris, dan sekitar 310 juta dapat terbang ke Paris pada waktu yang sama. Kedua, besarnya perhatian pemerintah kota Paris yang menawarkan lebih dari satu milyar dollar dalam berbagai insentif, dan ekspektasi bahwa proyek ini akan menciptakan 30000 lapangan pekerjaan. NAMUN APA YANG TERJADI ?
Dalam pelaksanaannya, Disney menghadapi beberapa masalah antara lain berupa boikot acara pembukaan oleh menteri kebudayaan Perancis dan kegagalan Disney untuk memperoleh target pengunjung yang datang dan pendapatan yang diharapkan. Mengapa ini terjadi ? Hal ini disebabkan karena Disney kesalahan asumsi terhadap selera dan pilihan dari konsumen di Perancis. Ini disebabkan karena perbedaan budaya. Disney menganggap pola budaya perusahaan yang telah berhasil dijalankan di Amerika Serikat dan Jepang akan berhasil pula di Perancis, ternyata tidak.
Contoh :
1.      Kebijakan Disney untuk tidak menyediakan minuman alkohol di taman hiburan berakibat buruk karena di Paris sudah menjadi kebiasaan untuk makan siang dengan segelas wine.
2.      Asumsi bahwa hari Jumat akan lebih ramai dari hari Minggu, ternyata berkebalikan.
3.      Disney tidak menyediakan sarapan pagi berupa bacon dan telur seperti yang dinginkan oleh konsumen, tapi malah menyediakan kopi dan Croissant.
Begitu juga dengan model kerja tim yang diterapkan, Disney mencoba menerapkan model kerja tim yang serupa dilakukan di USA dan Jepang, yang tidak dapat diterima oleh karyawan Disney di Paris. Juga kesalahan perkiraan Disney bahwa orang Eropa akan menghabiskan waktu lama di taman, ternyata keliru. Kegagalan dan kesalahan pola budaya perusahaan yang dilakukan Disney di Paris, disebabkan oleh adanya kesalahan penafsiran budaya. Disney beranggapan bahwa apa yang diterapkan dan sukses di USA dan Jepang akan sukses pula di Perancis. Disney seharusnya mengadakan riset dahulu tentang bagaimana budaya orang Perancis agar pola budaya perusahaan dapat disesuaikan dengan kultur setempat dan diterapkan di Perancis. Dan setelah Disney merubah strateginya yaitu dengan merubah nama perusahaannya menjadi Disney Land Paris, merubah makanan dan pakaian yang ditawarkan sesuai pola budaya setempat, harga tiket dipotong sepertiganya, terbukti jumlah pengunjung Disney di Paris mengalami kenaikan.
1.5.2.      Order Daging Sapi
Seorang pelaku perusahaan dari Amerika mendapat order daging sapi dari pelaku usaha lain asal Indonesia. Sebagaimana diketahui, sebagian besar warga Indonesia merupakan penganut agama Islam. Jadi masalah daging sapi tidak hanya berhubungan dengan standar kesehatan, tapi juga berkaitan dengan proses penyembelihan hewan ternak yang harus sesuai dengan syariah. Padahal di Amerika sendiri, proses penyembelihannya tidak pernah memikirkan urusan tersebut. Perbedaan budaya serta cara pandang seperti ini mengakibatkan order yang sebenarnya sudah disetujui oleh kedua belah pihak bisa menjadi batal bahkan berujung pada gugatan. APA YANG HARUS DILAKUKAN ?
Untuk mengatasinya, sebelum perjanjian jual beli daging sapi tersebut dibuat seharusnya juga dicantumkan bahwa pengusaha dari Amerika harus bisa mendatangkan daging sapi yang proses penyembelihannya dilakukan sesuai dengan syariah Islam. Selain itu harus melibatkan lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikat halal. Saat ini kasus bisnis internasional seperti yang disebut di atas memang sudah jarang terjadi. Tapi masih banyak sengketa lain yang sumber masalahnya berhubungan dengan budaya dan adat yang berbeda di masing-masing negara.
1.5.3.      Nissan Motor Indonesia
Sebuah PMA yang dimiliki oleh Nissan Motor Co. Ltd. NISSAN WAY adalah budaya organisasi yang dimiliki oleh Nissan sebagai tolak ukur dalam kebiasaan berfikir dan bertindak yang diharapkan dari karyawan Nissan dalam melakukan pekerjaan. Mengapa perlu NISSAN WAY ? Karena setiap karyawan mempunyai kepentingan dan pemikiran yang berbeda-beda. Hal ini bisa menimbulkan konflik di dalam organisasi, sehingga akan berakibat melemahkan organisasi itu. Dengan adanya NISSAN WAY diharapkan semua pemikiran akan menjadi sama.
Di dalam NISSAN WAY terdapat yang disebut sebagai MINDSET dan ACTION. Di dalam MINDSET terkandung 5 unsur : Cross-functional & Cross-cultural, Transparent, Leaner, Frugal, dan Competitive. Sedangkan di dalam ACTION terkandung 5 unsur : Motivate, Commit & Target, Perform, Measure, dan Challenge. Sehingga di dalam beraktifitas setiap karyawan harus berpedoman dan menerapkan 5 unsur MINDSET dan 5 unsur ACTION.



http://www.slideshare.net/fathiyahfenny/etika-bisnis-dan-budaya

Selasa, 29 September 2015

Etika Bisnis (Tugas 1)

Nama               : Vica Haristantia
NPM               : 17212568
Kelas               : 4EA25

Multimedia Etika Bisnis

I.                   Pengertian Multimedia
Multimedia adalah penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi, audio dan video dengan alat bantu (tool) dan koneksi (link) sehingga pengguna dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi. Multimedia sering digunakan dalam dunia informatika. Selain dari dunia informatika, multimedia juga diadopsi oleh dunia game, dan juga untuk membuat website.
Multimedia dimanfaatkan juga dalam dunia pendidikan dan bisnis. Di dunia pendidikan, multimedia digunakan sebagai media pengajaran, baik dalam kelas maupun secara sendiri - sendiri atau otodidak. Di dunia bisnis, multimedia digunakan sebagai media profil perusahaan, profil produk, bahkan sebagai media kios informasi dan pelatihan dalam sistem e-learning.
Pada awalnya multimedia hanya mencakup media yang menjadi konsumsi indra penglihatan (gambar diam, teks, gambar gerak video, dan gambar gerak rekaan/animasi), dan konsumsi indra pendengaran (suara) dan juga berupa ( berwujud). Dalam perkembangannya multimedia mencakup juga kinetik (gerak) dan bau yang merupakan konsumsi indra penciuman. Multimedia mulai memasukkan unsur kinetik sejak diaplikasikan pada pertunjukan film 3 dimensi yang digabungkan dengan gerakan pada kursi tempat duduk penonton. Kinetik, dan film 3 dimensi membangkitkan senserealistis.
Bau mulai menjadi bagian dari multimedia sejak ditemukan teknologi reproduksi bau melalui telekomunikasi. Dengan perangkat input pendeteksi bau, seorang operator dapat mengirimkan hasil digitizing bau tersebut melalui internet. Komputer penerima harus menyediakan perangkat output berupa mesin reproduksi bau. Mesin reproduksi bau ini mencampurkan berbagai jenis bahan bau yang setelah dicampur menghasilkan output berupa bau yang mirip dengan data yang dikirim dari internet. Dengan menganalogikan dengan printer, alat ini menjadikan feromon-feromon bau sebagai pengganti tinta. Output bukan berupa cetakan melainkan aroma.

II.                Pencegahan Perilaku Tidak Etis Melalui Multimedia
Berikut cara untuk mencegah pengaruh negative dari multimedia
a.       Para pelaku bisnis merumuskan kode etik yang harus disepakati oleh stakeholders yang termasuk didalamnya production house, stasiun tv, radio, penerbit buku, media massa, internet provider, event organizer, advertizing agency, dll.
b.      Pemerintah pusat mencoba untuk memandu pembentukan kultur melalui kurikulum pendidikan, perayaan libur nasional, dan mengendalikan dengan seksama media masa, organisasi sosial dan tata ruang kota.
c.       Media masa harus memberikan informasi yang actual dan terpercaya serta menjadi sarana untuk menghibur, sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat.
d.      Wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik yang dapat membantu wartawan untuk menentukan yang salah dan benar, baik atau buruk, dan bertanggung jawab atau tidak dalam proses kerja kewartawanan.

III.             Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Richard T de George (1986), dalam buku Business Ethics memberikan empat macam kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai cakupan etika bisnis.
a.       Penerapan prinsip‑prinsip etika umum pada praktik‑praktik khusus dalam bisnis.
b.      Etika bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip etika pada kegiatan bisnis, tetapi merupakan “meta‑etika” yang juga menyoroti apakah perilaku yang dinilai etis atau tidak secara individu dapat diterapkan pada organisasi atau perusahaan bisnis.
c.       Bidang penelaahan etika bisnis menyangkut asumsi mengenai bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis juga menyoroti moralitas sistem ekonomi pada umumnya serta sistem ekonomi suatu negara pada khususnya.
d.      Etika bisnis juga menyangkut bidang yang biasanya sudah meluas lebih dari sekedar etika, seperti misainya ekonomi dan teori organisasi.
Pada keempat bidang tersebut, etika bisnis membantu para pelaku bisnis untuk melakukan pendekatan permasalahan moral dalam bisnis secara tepat dan sebaliknya mendekati permasalahan yang tedadi pada bisnis dengan pendekatan moral yang mungkin sering diabaikan. Etika bisnis akan membuat pengertian bahwa bisnis tidak sekedar bisnis, melainkan suatu kegiatan yang menyangkut hubungan antarmanusia sehingga harus dilakukan secara “manusiawi” pula.
Etika bisnis akan memberikan pelajaran kepada para pelaku bisnis bahwa bisnis yang “berhasil”, tidak hanya bisnis yang menuai keuntungan secara material saja melainkan bisnis yang bergerak dalam koridor etis yang membawa serta tanggung jawab dan memelihara hubungan baik antarmanusia yang terlibat di dalamnya, etika bisnis memiliki tujuan yang paling penting yaitu menggugah kesadaran tentang dimensi etis dari kegiatan bisnis dan manajemen. Etika bisnis juga menghalau pencitraan bisnis sebagai kegiatan yang “kotor” penuh muslihat dan dipenuhi oleh orang‑orang yang menjalankan usahanya dengan licik.

IV.             Prinsip‑Prinsip Etika Bisnis
Sony Keraf (1991) dalam buku Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis sebagai Profesi Luhur, mencatat beberapa hal yang menjadi prinsip, dari etika bisnis. Prinsip‑prinsip tersebut dituliskan dengan tidak melupakan kekhasan sistem nilai dari masyarakat bisnis yang berkembang. Prinsip­prinsip tersebut antara lain adalah:

1.      Prinsip Otonomi.
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa manusia dapat bertindak secara bebas berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan, tetapi otonomi juga memerlukan adanya tanggung jawab. Artinya, kebebasan yang ada adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Orang yang otonom adalah orang yang tidak saja sadar akan kewajibannya dan bebas mengambil keputusan berdasarkan kewajibannya saja, tetapi juga orang yang mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya, mampu bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya serta dampak dari keputusan tersebut.

2.      Prinsip Kejujuran
Kejujuran adalah prinsip etika bisnis yang cukup penting karena menjaminm kelanggengan sebuah kegiatan bisnis. Beberapa contoh aspek kejujuran dalam kegiatan bisnis antara lain adalah
-          Kejujuran dalam menjual atau menawarkan barang dengan harga yang sesuai dengan kualitas barang yang dijual atau ditawarkan tersebut. Dalam hal ini, bisnis adalah kegiatan simbiosis mutualisme atau kegiatan yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan antara pihak penjual dan pembeli.
-          Kejujuran dalam kegiatan perusahaan menyangkut hubungan keda antarpimpinan dengan pekeda. Jadi, pimpinan perusahaan akan berlaku jujur terhadap tenaga keda yang ada pada perusahaannya, baik secara material maupun mental.
-          Kejujuran dalam melakukan perjanjian‑pedanjian baik perjanjian kontrak, jual‑beli maupun perjanjian‑perjanjian yang lain.

3.      Prinsip Berbuat Baik dan Tidak Berbuat Jahat
Berbuat baik (beneficence) dan tidak berbuat jahat (nonmaleficence) merupakan prinsip moral untuk bertindak baik kepada orang lain dalam segala bidang. Dasar prinsip tersebut akan membangun prinsip‑prinsip hubungan dengan sesama yang lain seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan lain sebagainya.


4.      Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan prinsip yang menuntut bahwa dalam hubungan bisnis, seseorang memperlakukan orang lain sesuai haknya. Di dalam prinsip tersebut, tentunya keseimbangan antara hak dan kewajiban menjadi bagian terpenting dalam sebuah bisnis.

5.      Prinsip Hormat pada Diri Sendiri
Prinsip ini sama artinya dengan prinsip menghargai diri sendiri, bahwa dalam melakukan hubungan bisnis, manusia memiliki kewajiban moral untuk memperlakukan dirinya sebagai pribadi yang memiliki nilai sama dengan pribadi lainnya.

V.                Etika Bisnis Dan E-Commerce
a.      E-Commerce
Teknologi informasi melahirkan internet. Perkembangan pemakaian internet yang sangat pesat, salah satunya menghasilkan sebuah model perdagangan elektronik yang disebut Electronic Commerce (ecommerce).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa e‑commerce adalah sistem perdagangan yang menggunakan mekanisme elektronik yang ada di jaringan internet. E‑commerce merupakan warna baru dalam dunia perdagangan, di mana kegiatan perdagangan tersebut dilakukan secara elektronik dan online. Pembeli tidak harus datang ke toko dan memilih barang secara langsung, tetapi cukup melakukan browsing di depan komputer untuk melihat daftar barang dagangan secara elektronik. Ia cukup mengisi beberapa form yang disediakan, kemudian mengirimkannya secara online. Pembayaran bisa dilakukan dengan kartu kredit atau transfer bank, dan kemudian pulang ke rumah menunggu barang datang.

b.      Isu-Isu /Masalah pada Pelaksanaan E-Commerce
Dalam pelaksanaannya, e‑commerce memunculkan beberapa isu tentang aspek hukum perdagangan berkaitan dengan penggunaan sistem yang terbentuk secara on line networking management tersebut. Beberapa permasalahan tersebut antara lain adalah:
1.      Prinsip yurisdiksi dalam transaksi
Sistem hukum tradisional yang sudah mapan, memiliki prinsip‑prinsip yurisdiksi dalam sebuah transaksi, yaitu menyangkut tempat transaksi, hukum kontrak dan sebagainya. E‑commerce melahirkan masalah penerapan konsep yuridiksi dalam transaksi tersebut. Tempat transaksi dan hukum kontrak harus ditetapkan secara lintas batas, baik regional maupun internasional, mengingat sifat cyberspace yang borderless atau tidak mengenal batas‑batas suatu negara.

2.      Kontrak dalam transaksi elektronik
Kontrak dalam hal ini merupakan bukti kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi komersial. Permasalahannya, hukum negara mengenai perdagangan konvensional menganggap transaksi komersial sebagai sesuatu yang valid, berkekuatan penuh, dan tanpa syarat yang spesifik unluk direduksi ke dalam bentuk tertulis atau yang juga dikenal dengan istilah paper based transaction. Sementara di dalam e‑commerce, kontrak tersebut dilakukan secara elektronis dan paperless transaction. Dokumen yang digunakan adalah digital document, bukan paper document. Sebenarnya persetujuan lisan adalah legal dan cukup kuat dalam melakukan transaksi, tetapi tentu saja mudah untuk diserang dan dicari kelemahannya jika dihadapkan pada permasalahan hukum.
Pada transaksi antara pihak‑pihak swasta, invoice, surat pengantar, dan dokumen komersial lainnya pada dasarnya tidak perlu disampaikan dalam bentuk tertulis. Walaupun demikian, otoritas pajak di banyak negara Eropa memerlukan invoice dan dokumen akuntansi lainnya dalam bentuk tertulis. Rekaman akuntansi yang dikomputerisasi diterima oleh otoritas paiak di negara‑negara tertentu, terutama di negara‑negara yang sistem komputernya mampu menangani keperluan formal tertentu yang ditetapkan oleh administrasi pajak.
Sampai saat ini masih sering diperdebatkan permasalahan legalitas kontrak dalam transaksi e‑commerce. Beberapa pendapat mengatakan perlunya perbaikan prinsip‑prinsip hukum dalam kontrak konvensional, seperti waktu dan tempat tedadinyasuatu kesepakatan kontrak.

3.      Perlindungan konsumen
Masalah perlindungan konsumen merupakan faktor utama dalam keberhasilan sebuah e‑commerce. Hal ini dikarenakan konsumen merupakan pihak yang menentukan kelangsungan hidup perdagangan elektronik tersebut. Masalah yang terjadi dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen ini adalah kecurangan yang sering dilakukan oleh penjual mengingat keberadaannya. Masalah tentang keberadaan penjual ini seperti misalnya penjual merupakan virtual store atau toko on‑line yang fiktif.
Masalah lain yang terjadi adalah kondisi barang yang dibeli, misalnya barang yang dikirimkan dalam kondisi rusak, adanya keterlambatan pengiriman atau bahkan barang yang telah dibeli tidak dikirimkan kepada pembeli. Belum lagi jika timbul masalah karena purchase order atau pembayaran oleh pembeli tidak diakui kebenarannya oleh penjual.
Mengingat banyaknya permasalahan yang terjadi tersebut maka sudah scharusnya pemerintah memberlakukan undangundang tentang e‑commerce yang memberikan perlindungan kepada konsumen secara maksimal.

4.      Permasalahan pajak (taxation)
Permasalahan pajak dalam transaksi e‑commerce ini muncul ketika transaksi dihadapkan pada batas negara. Masing‑masing negara akan menemui kesulitan dalam menerapkan ketentuan pajaknya karena pihak penjual dan pembeli akan sulit dilacak keberadaannya secara fisk Sebagai contoh, ada sebuah toko online milik orang Indonesia, tetapi toko tersebut didaftarkan sebagai suatu “*.com” yang servernya berada di Australia. Padahal, salah satu sifat cyberspace adalah borderless. Jika terjadi transaksi, negara manakah yang berhak memungut pajak? Indonesia atau Australia?
Berbagai permasalahan, di bidang pajak ini menyebabkan prinsip‑prinsip perpejakan internasional harus ditinjau kembali. Demikian juga dengan sistem perpajakan nasional juga harus ditinjau ulang untuk dapat mengikuti perkembangan yang terjadi dalam dunia perdagangan tersebut.

5.      Pemalsuan tanda tangan digital
Di dalam transaksi tradisional, kita mengenal adanya tanda tangan. Tujuan suatu tanda tangan dalam suatu dokumen adalah memastikan otentisitas dokumen tersebut. Transaksi elektronik juga menggunakan tanda tangan digital atau yang dikenal dengan digital signature. Digital signature sebenarnya bukan suatu tanda tangan seperti yang dikenal selama ini, yang menggunakan cara berbeda untuk menandai suatu dokumen sehingga dokumen atau data sehingga tidak hanya mengidentifikasi dari pengirim, namun juga memastikan keutuhan dari dokumen tersebut tidak berubah selama proses transmisi. Sebuah digital signature didasari oleh isi pesan itu sendiri.
Selama ini, tanda tangan digital tersebut merupakan suatu metode sekuriti dalam penggunaan jaringan publik sebagai sarana perpindahan data yang cukup “amad’. Dikatakan aman karena digital signature terbentuk dar! rangkaian algoritma yang sangat sulit untuk dilacak atau dirusak. Tetapi, sangat sulit bukan berarti tidak bisa. Beberapa bentuk kejahatan dalam pemalsuan digital signature ini menggunakan perangkat lunak yang bisa melakukan generate terhadap, digital signature tersebut.



http://anes.staff.ipb.ac.id/2014/04/22/etika-bisnis-dan-e-commerce/